Agaknya selama
ini kita kurang memperhatikan bahwa banyak sekolah menengah (SMA sederajat) yang
masih mengedepankan sistem senioritas dengan hukum rimba saat menyelenggarakan
masa orientasi siswa (MOS) atau menghadapi siswa baru. Akibatnya, siswa baru
yang berani membuat masalah akan mendapat sanksi dari senior. Dan sangat
disayangkan lagi, sistem senioritas ini justru menjadi sebuah tradisi sekolah
yang dianut secara terun temurun, bisa sebagai ajang balas dendam atau sebagai
bentuk intimidasi kepada murid baru agar lebih hormat kepada senior. Ini jelas
sebuah cara penyambutan yang salah terhadap siswa baru yang notabene
juga baru mengenal lingkungan sekolah.
Perlu ditegaskan di sini bahwa sebenarnya
sistem senior boleh saja diterapkan karena akan berdampak pada rasa saling
menghormati dan menghargai antara sesama siswa, tetapi akan menjadi salah
ketika dibumbui dengan sikap-sikap yang tidak memperlihatkan moral siswa
berpendidikan, terpelajar, dan berahlakul karimah. Alhasil, seperti yang
terjadi pada SMKN 1 Tanjungsari beberapa waktu lalu, tragedi bullying
memakan korban seorang siswa baru yang terpaksa mendapat perawatan di rumah
sakit (Harian Jogja, 07/08)
Tragedi yang telah mencoreng wajah
pendidikan ini jelas akibat dari kemerosotan moral yang kian hari kian terkikis
oleh berbagai macam polemik dan keburukan-keburukan yang diserap siswa dari
dunia bermain yang tidak baik. Ketika Siswa tidak lagi mengedepankan cara berfikir
cerdas dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan, ketika ajaran-ajaran
suci agama mulai dikesampingkan demi melanggengkan hasrat dan aroganis. Maka
saat itu nyatalah moral terdegradasi dari kehidupan para siswa.
Problem Bullying sebagai
akibat dari dekadensi moral, harus segera diatasi dan dicari jalan keluar yang
terbaik. Pencarian jalan keluar yang terbaik tentunya menjadi tanggung jawab
kita bersama, baik itu diri siswa pribadi, orang tua, guru, teman bermain, dan
lingkungan masyarakat. Karena kita semua tidak ingin problem bullying
yang buruk ini selalu terjadi setiap tahun, dan menjadi akar yang terhujam kuat
dalam menghadapi siswa baru di sekolah.
Masalah ini dapat diatasi bila, pertama,
setiap siswa senior mengerti akan tugas, wewenang, dan mampu menempatkan diri
sebagai orang yang lebih dituakan dalam lingkungan sekolah. Kedua,
mereformasi sistem buruk yang selama ini terjadi, reformasi ini bisa dimulai
dengan mengevaluasi tindakan tidak senonoh senior dalam menghadapi siswa baru.
Dan terakhir, harus ada control penuh dari guru (terlebih guru BK).
Seandainya masih terjadi kesalahan, cara kekeluargaan harus menjadi jalan utama
untuk ditempuh. Semoga dengan ini tragedi yang mencoreng wajah pendidikan tidak
terulang lagi.
0 komentar:
Posting Komentar