FTA, Bertarung Sembari Belajar



   Indonesia tengah berdebar-debar setelah berani membuka diri dalam kancah FTA (Free Trade Agreement). Bagaimana tidak, dalam kebijakan FTA jelas bahwa kesepakatan penjualan produk antar negara tidak dikenai pajak ekspor dan impor ataupun hambatan perdagangan lainnya.

    Dengan keberanian menantang pasar bebas, Indonesia seharusnya mampu memperluas pasar ekspor, memperbesar investasi, dan meminimalkan defisit neraca perdagangan dengan negara lain. Tetapi faktanya Indonesia baru mampu mengekspor bahan mentah dan baku, selebihnya kalah jauh dibanding produk negara lain. Untuk wilayah import, Indonesia terpincang-pincang menahan gempur produk-produk luar, akibatnya banyak industri rumahan gulung tikar karena tak mampu bersaing.
      Saya berpendapat bahwa Indonesia harus mau belajar dari negara negara lain yang suskes menghadapi pasar bebas. Seperti negara Taiwan yang kebetulan sama-sama menyandang status sebagai negara berkembang. Taiwan terkenal sebagai negara yang sangat rentan terhadap gempuran produk asing. Tetapi karena kebijakan pemerintahnya yang sangat baik, pada November 2010 angka ekspor naik 19,37% dari tahun sebelumnya. Ini artinya Taiwan sukses menghadapi arus pasar bebas. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia bisa meningkatkan nilai ekspor?
     Saya berani menjawab bisa. Tergantung kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menyokong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM). Selama ini yang menjadi penyebab industri Indonesia tak mampu bersaing dikancah dalam dan luar negri karena mahalnya harga bahan mentah dan minimnya dana yang dimiliki.
      Jika pemerintah Indonesia mau belajar dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah Taiwan, mungkin ekspor Indonesia ditahun mendatang bisa menyamai raihan ekspor Taiwan bahkan lebih, mengingat besarnya potensi alam dan kualitas manusia Indonesia. Diantara kebijakan yang perlu dicontoh dari Taiwan adalah, pertama, menyelenggarakan satuan tugas khusus untuk memfasilitasi dan membantu UKM. Kedua, merilis mekanisme dua aturan oleh asosiasi perbankan yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang menghadapi kesulitan keuangan. Ketiga, melaksanakan kemudahan kredit oleh bank Domestik untuk UKM. Keempat, menyediakan 20 miliar dollar AS pinjaman untuk perusahaan besar di bawah arahan untuk mendapatkan paket pinjaman dan jaminan kredit non-UKM. Terakhir, melonggarkan persyaratan peminjaman kredit, menurunkan biaya jaminan dan memperluas cakupan jaminan resmi dengan dana jaminan kredit UKM berlaku sampai akhir 2012.    

0 komentar:

Posting Komentar