Legalitas Hukum untuk Betor



         Beberapa tahun belakangan ini, ada sesuatu yang baru di jalan raya kota Jogja, yakni hadirnya komunitas angkutan penumpang becak motor (betor). Kehadiran betor ternyata tidak disambut baik oleh seluruh lapisan masyarakat kota Jogja, ada banyak lapisan masyarakat yang menentang keberadaanya, termasuk salah satunya Asosiasi Paguyuban Becak Yogyakarta (Aspabeta) yang mengecam keras akan eksistensi betor di Jogja.

            Melihat realita ini, pemerintah terkait harus cepat mengambil keputusan yang brilian, karena jika terlambat, ditakutkan akan terjadi persaingan kurang sehat yang pada akhirnya bisa berujung pada tindak kriminalitas. Sejauh ini yang baru dilakukan pemerintah hanya sebatas mengeluarkan surat edaran (SE) Gubernur Gubernur DIY Nomor 551.3/06/2003 tertanggal 24 Januari 2003 tentang pelarangan beroperasinya betor di ruas jalan utama di kota/kabupaten.
            Komunitas betor menggangap SE Gubernur ini tidak memihak kepada kesejahteraan mereka, karena mereka hanya diperbolehkan beroperasi di rute pinggiran jalan kota/kabupaten yang notabe sepi penumpang dan sama sekali tidak strategis. Sedangkan menurut OBMY (Organisasi Becak Motor Yogyakarta) ada sekitar 600 betor yang harus menghidupi 2.400 anggota keluarga, jika mereka hanya diizinkan untuk beroperasi di pinggiran jalan raya, pertanyaan sederhana yang akan muncul adalah kapan betor akan mendapatkan uang untuk dapat mencukupi setoran dan biaya hidup anggota keluarga?
            Melalui tulisan ini penulis berpendapat bahwa pemerintah terkait perlu memberikan legalitas hukum berupa izin beroperasi kepada komunitas betor dengan ketentuan dan syarat-syarat yang tidak melanggar UU Nomor 14 Tahun 1992 dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal ini beralasan bahwa pemerintah selaku regulator yang mampu menengahi permasalahan, harus memberikan ruang keadilan dan ruang untuk mencari kehidupan yang layak bagi setiap warga negaranya.
            Terkait dengan lokasi dan pengaturan jalur trayek yang bisa ditempuh oleh betor, harus ada pemisahan jalur untuk betor dan becak kayuh. Diharapkan dengan pengaturan ini nantinya akan membantu mengatasi ruwetnya permasalahan transportasi di kawasan perkotaan, di samping itu pemisahan jalur trayek ini juga bertujuan untuk menghindari kesenjangan sosial yang semakin akut antara komunitas betor dengan komunitas becak kayuh.
            Terkait hal-hal lain yang dapat memicu perpecahan dan konflik antara kedua belah pihak, sekiranya pemerintah harus melakukan perundingan bersama untuk mencari solusi terbaik dan tentunya tidak menimbulkan kerugikan pada salah satu pihak.

0 komentar:

Posting Komentar